Senin, 15 Februari 2010

Media dan Skandal Kasus Bank Century

Century - Skandal kasus Bank Century yang tidak kunjung selesai menjadi topik pemberitaan terhangat, berdasarkan survei yang telah dilakukan bahwa kasus Century menyita sekitar 77 persen perhatian publik. Hal ini dikarenakan siaran langsung televisi yang terus menerus menayangkan pemberitaan kasus Bank Century dan juga ulah anggota pansus yang terkesan arogan.


Sebagai suatu contoh perbandingan  akan kasus Bank Century dan media. Salah satunya tentang kematian  seorang professor di Yogyakarta yang meninggal dunia karena prihatin dengan kasus Bank Century. Sang professor yang diduga korban Bank Century itu adalah senior wakil presiden (Wapres) Budiono di Kampus. Berita itu menggambarkan bahwa betapa skandal Bank Century telah menelan korban orang-orang penting (setidaknya menurut media yang menuliskan berita kematiannya). Seorang Professor yang juga senior Wapres, ikut menjadi korban skandal tersebut.

Ingatkah anda dengan Ibu Jumik, yaitu korban lumpur Lapindo, itu semula dibawa ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sidoarjo. Namun karena tidak sanggup membayar biaya rumah sakit, Ibu Jumik dibawa pulang oleh keluarganya ke pengungsian korban lumpur di Pasar Baru Porong. Keluarganya pun pasrah. Selanjutnya, Ibu Jumik dirawat dengan menggunakan pengobatan alternatif.

Tidak ada media yang meliput. Padahal waktu itu kasus lumpur Lapindo telah berusia dua tahun lebih. Bandingkan dengan kasus skandal Bank Century. Sekali lagi tidak ada media yang menggugat keputusan aneh Polda Jawa Timur itu. Bandingkan dengan pemberitaan media mengenai desakan untuk membongkar skandal Bank Century di DPR.

Hal yang sama juga terjadi saat Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memeriksa kasus Bank Century. Beberapa media mainstream seperti memperingatkan bahwa BPK harus independen, tidak boleh diintervensi oleh kekuasaan.Dan setelah hasil pemeriksaan BPK keluar, media pun memberitakan bahwa hak angket sudah tidak terbendung lagi alias semakin menguat karena menurut hasil pemeriksaan BPK, terdapat dugaan rekaysa.
Anehnya, ketika hasil pemeriksaan BPK terkait lumpur di Sidoarjo mengungkapkan bahwa semburan lumpur terkait aktivitas pengeboran, tidak ada pemberitaan seheboh seperti pada kasus skandal Bank Century. Begitu pula ketika pemerintah mengabaikan hasil pemeriksaan BPK terkait lumpur Lapindo dengan tetap menyatakan bahwa semburan lumpur adalah bencana alam, tidak terkait dengan pengeboran.
Ada apa dengan media-media di Indonesia? Mengapa meninggalnya sang professor yang diduga korban Bank Century dianggap lebih penting daripada meninggalnya Ibu Jumik, yang hingga akhir hayatnya masih menjadi korban lumpur Lapindo? Mengapa media di Indonesia begitu kuat berpartisipasi dalam membongkar skandal Bank Century namun kok loyo dalam kasus lumpur Lapindo?

Mungkin jawabannya adalah karena media bukan hanya pilar demokrasi namun juga pilar bisnis. Jadi media akan galak terhadap kasus atau skandal yang menelan korban masyarakat yang strata sosialnya adalah kelas menengah ke atas. Sementara jika  sebuah skandal korbannya adalah warga kampung biasa dari strata sosial kelas menengah ke bawah, meskipun berjumlah ribuan, seperti dalam kasus lumpur Lapindo, tidak akan dianggap penting.

Jika demikian halnya, maka sejatinya media hanya menjadi penyambung lidah orang-orang kelas menengah ke atas dan bukan orang miskin yang benar-benar mengalami penindasan di luar batas.



Related posts :


0 komentar:


Posting Komentar

 

adsense link 728px X 15px

Recent Posts

Followers